Pantai Anyer dikenal sebagai pantai indah dan mempesona, disebut-sebut sebagai surga yang memanjakan mata. Banyak digambarkan sebagai pantai penuh romantisme bagi para wisatawan yang hendak melepas kepenatan dari rutinitas harian yang membosankan.
Tapi apakah itu nyata, atau sekedar cerita? Di sini saya mau berbagi cerita, pengalaman berwisata ke Pantai Anyer, Banten. Tempat wisata yang mengecewakan dan banyak bertolak belakangan dengan kisah-kisah menarik yang banyak diceritakan orang.
Dari dulu sejak masa kuliah, saya selalu ingin pergi ke Pantai Anyer tapi tidak pernah terlaksana karena satu dan lain hal. Saya sendiri termasuk orang yang gemar berwisata alam dan senang menjelajah tempat-tempat indah yang menyajikan panorama alam.
Pada satu ketika, saya bekerja sebagai marketing di perusahaan minyak dengan pekerjaan yang menuntut mobilitas tinggi, sering bepergian dari satu kota ke kota lain untuk bertemu klien. Kebetulan ada beberapa klien saya yang berdomisili di Cilegon, Banten.
Saat ada tugas kantor ke daerah Cilegon, saya bergegas untuk membuat rencana wisata ke Pantai Anyer karena lokasi pantai tersebut tidak jauh dari kantor klien. Saya punya klien di daerah Link, Ciwandan. Dari sana, hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai di Pantai Anyer.
Sebelum berangkat, Googling dulu, cari banyak informasi yang dibutuhkan, seputar rute, tempat-tempat wisata, tempat makan, penginapan dan semacamnya. Setelah data-data dirasa lengkap, saya meluncur dari Jakarta ke Cilegon. Perjalanan Jakarta-Cilegon ditempuh sekitar dua jam melalui jalan tol.
Seusai meeting dengan klien, saya lanjut ke Pantai Anyer. Selama di perjalanan saya dipandu GPS dengan aplikasi Google Navigator. Di tengah perjalanan saya mulai melihat kordinat saya yang mulai mendekati kawasan Pantai Anyer. Suasana hati mulai sumbringah menanti detik-detik akhir ke Pantai Anyer.
Namun sesampainya di kawasan Pantai Anyer, suasananya berbeda, di sepanjang jalan, saya hanya di suguhi deretan pagar-pagar tinggi yang menutup akses panorama pantai. Berbeda saat melalui jalan di tepi-tepi pantai lain, yang masih menyajikan panorama perjalanan khas pantai.
Biasanya, detik-detik akhir memasuki kawasan pantai, kita sudah disapa panorama indah-mempesona dengan hembusan angina khas pantai berikut suara deburan ombak yang memanjakan wisatawan. Tapi hal itu tidak terjadi di Pantai Anyer.
Hampir sebagian besar bibir pantai sudah dikuasai segelintir orang yang memonopoli keindahan pantai. Orang-orang yang melintasi Jalan Raya Anyer tidak bisa lagi melihat pemandangan secara alamiah. Bahkan, orang yang tidak sengaja, dan tidak mengetahui Pantai Anyer, di saat melalui jalur tersebut tidak akan menyadari bahwa itu adalah kawasan Pantai Anyer yang diceritakan banyak orang sebagai pantai yang eksotis.
Awalnya, saya berharap bahwa itu hanya dibagian tertentu saja. Sayapun bergegas mengunjungi setiap tempat wisata pantai yang ada di kawasan Anyer. Ke PANTAI MARBELLA, PANTAI MARINA, PANTAI JAMBU, PANTAI CIBEUREUM, PANTAI PASIR PUTIH dan juga PANTAI SAMBOLO.
Alhasil, suasananya tidak jauh berbeda. Kesimpulannya mengecewakan. Wisatawan hanya dapat mengakses sebagian kecilnya saja. Akses-akses ke pantai sudah dibatasi pagar-pagar tinggi yang membentangi setiap bibir pantai.
Pagar-pagar kumuh dan norak yang merusak keindahan alam Pantai Sawarna. Pagar yang dibut orang-orang rakus yang tidak memahami estetika. Pagar-pagar sampah yang didesain dengan model norak yang menodai keperawanan Pantai Anyer. Gambaran ini bukan kiasan, tapi pagar-pagarnya memang kumuh, bukan sekedar desainnya yang tidak sesuai tema pantai, tetapi juga buruk dan terkesan jorok.
Adapun segelintir pantai yang masih terbuka untuk umum kelihatannya sudah dikuasai orang-orang tertentu yang tidak ingin mengambil keuntungan dengan tampa memperhatikan hak-hak wisatawan. Dikuasi orang-orang tidak menyenagkan dan membosankan yang terkoordinir.
Suatu ketika, saat hendak memasuki gerbang temat wisata, seorang penjaga berdiri meminta karcis tanpa sapa, sambil menghisap sebatang rokok dengan asap yang masih menyelimuti wajahnya hanya menyodorkan tangan dengan menyebut nominal harga karcis seraya meminta dengan segera.
Dengan raut muka datar, tanpa ekspresi, ia berucap, “Lima puluh ribu, pak.” Saya pun bergegas mengambil uang dari dompet. Uang pas, itu pun sudah saya berikan ketika asap rokok masih menyelimuti kacamata hitam yang digunakannya.
Bagi saya, kesan pertama sudah tidak menyenangkan. Sesampainya di tepi pantai saya bergabung dengan beberapa wisatawan lain yang sudah lebih dulu sampai di sana. Mereka menempati saung-saung sambil menikmati susana pantai yang menurut saya, jauh di bawah harapan bila dibandingkan dengan beberapa pantai lain yang pernah saya kunjungi di wilayah Jawa Barat dan Banten.
Tidak berselang lama, saya mulai merasa lapar. Sambil berbincang-bincang dengan wisatawan yang baru saya kenal, saya mengajukan pertanyaan seputar tempat makan enak di sekitar sana.
Jawabannya mengejutkan! “Hati-hati, Mas, kalau mau makan di sini, Tanya harga dulu sebelum pesan, nanti bias jebol!”
Tanpa diberi tahu, sebenarnya saya sudah tahu karena sudah saya antisipasi sebelum berkunjung ke sana. Saya memang mendapati banyak cerita ‘memilikan’ di dunia maya. Banyak orang yang ‘digetok’ saat makan di rumah-rumah makan yang ada di sana.
Salah satu kasus yang sempat heboh di internet, ada wisatawan awal Jakarta yang menulis di Blog, dengan menyertakan data-data lengkap berikut foto dan sebagainya. Di blognya dia menceritakan soal pengalaman pribadinya yang sempat apes saat makan di Pantai Sawarna.
Ini dia, rincial strucknya:
1 Porsi Ikan Bakar : 180.000
1 Porsi Cumi Saos Tiram : 200.000
1 Bakul Nasi : 40.000
4 Kelapa Muda : 80.000
1 Piring Lalapan : 15.000
Total : 515.000
Sadis bukan? Menu seperti itu, dibandrol dengan harga selangit. Selain memposting foto struck/nota, juga memposting semua sajian makanan yang dipesannya. Anjrit! Di Jakarta saja, kalau saya lihat menu dan sajiannya, paling mahal juga Rp 300.000,- itu juga di tempat nyaman dengan hidangan yang lezat pula.
Nah, ternyata, saat saya makan di sana, hamper semua rumah makan tidak mencantumkan harga. Saya juga jadi khawatir dan langsung menanyakan masing-masing harga hidangan sebelum memesannya. Alhasil, tidak separah kondisi di atas, tapi menurut saya, harganya masih kurang rasional.
Kesimpulannya, hati-hati saat ingin memesan makanan. Cermati betul rumah makan yang akan anda kunjungi. Karena mungkin, itu hanya di rumah-rumah makan tertentu saja, yang pemiliknya tidak ‘beradab’.
Begitulah kondisi yang saya alami dengan segudang keprihatinan. Wisata ke Pantai Anyer tidak banyak memberi kesan, tidak seperti saat berkunjung ke pantai lain seperti saat pergi ke Pantai Sawarna Banten, yang membuat saya takjub dan selalu merasa kangen dengan keindahan dari pesona pantainya.
Cerita-cerita indah tentang Pantai Anyer mungkin benar, tapi itu dulu. Lain dulu, lain lagi sekarang. Kalaupun ada orang yang masih menyebut-nyebut Pantai Anyer sebagai pantai yang indah dan mempesona, mungkin dia berwisata dengan pacarnya dalam kondisi mabuk asmara sehingga apapun kondisinya, berasa di surga... :)
Kalau Anda berencana berwisata pantai, saya lebih merekomendasikan untuk pergi ke pantai sawarna. Menurut saya, apa yang sering disebut-sebut orang tentang Pantai Sawarna sebagai The Hidden Paradise memang benar. Sawarna memang benar-benar Surga Tersembunyi yang telah mempesona hati dan memanjakan mata saya.
Yang ada rencana ke Pantai Sawarna, Baca Posting tentang pengalaman saya berwisata ke Pantai Sawarna.
Ada 3 posting yang saya buat berkaitan dengan Pantai Sawarna semoga membantu.
[KLIK DI SINI]
|
Tempat Wisata Pantai Anyer |